Kamis, 12 April 2012

Bekerja Keras Dengan Cerdas

Alhamdulillaahirabbil 'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi washahbihii ajmai'iin.

Saudaraku yang baik, semoga Allah mengaruniakan semangat kepada kita untuk senantiasa melakukan yang terbaik dalam hidup ini. Karena, itulah kunci meraih prestasi dalam segala hal. Semangat bekerja keras harus ada dalam diri. Dengan bekal semangat bekerja keras, diharapkan kita mampu berbuat semaksimal mungkin yang kita kerjakan.

Saudaraku, ternyata tidak cukup hanya kerja keras semata. Manusia juga membutuhkan kecerdasan dalam menjalankan aktivitasnya, agar hasil yang diharapkan dapat lebih optimal, dan jauh lebih baik dari sebelumnya. Kita tidak mungkin hanya mengandalkan kondisi fisik semata saat bekerja, karena kemampuan fisik manusia sangat terbatas. Ada potensi lain yang sesungguhnya dapat kita gali dan manfaatkan, yaitu potensi akal. Itulah yang disebut dengan bekerja cerdas. Jadi, kita bekerja dengan ilmu. Karena, ada orang yang kelihatannya sibuk sekali, pontang-panting tetapi hasil ia dapatkan tidak optimal. Malah, bisa jadi kesalahan yang didapatkan.

Saudaraku, minimal kita mengetahui dengan jelas tentang pekerjaan atau apa saja yang kita lakukan. Bagaimana caranya, apa yang harus dilakukan jika ada masalah. Dengan siapa kita dapat bekerjasama, dan segala hal yang menyakut pekerjaan kita. Lebih baik lagi, jika kita terus menambah ilmu, pemahaman agar dapat terus meningkatkan kualitas diri. Dan, orang seperti inilah yang akan bertahan, berprestasi dan memperoleh kesuksesan dalam karirnya.

Saudaraku, selain potensi jasad, dan akal, dimanfaatkan, yaitu potensi hati. Artinya, setelah kita sukses bekerja keras dengan cerdas, kita juga harus ikhlas. Amalan hati ini memang tidak mudah untuk dilakukan. Apalagi, ketika kita merasa sudah mampu menyelesaikan semua pekerjaan dengan baik, kadangkala kita tidak hati-hati, terselip rasa riya (sombong) atau sombong. Menganggap bahwa keberhasilan itu adalah karena usaha kita berpayah-payah, Sehingga kita harus tetap mengikhtiarkan agar sikap ikhlas, mengharap keridhaan Allah tetap menjadi tujuan kita dalam segala aktivitas.

Itulah tiga potensi penting manusia yang telah diberikan Allah agar dapat mengoptimalkan setiap aktivitasnya. Porsi potensi fisik, akal, dan hati haruslah seimbang. Salah satu tidak boleh terlalu mendominasi yang lainnya. Fisik saja, tentu lelah yang akan didapatkan. Akal saja, bisa jadi berbuah kesombongan. Hati saja, tentu sebagai manusia kita juga diharuskan berikhtiar dengan optimal. Karunia Allah tidak datang begitu saja tanpa ada usaha dari setiap makhluknya. Semoga kita digolongkan sebagai orang yang mampu bekerja keras dengan cerdas dan ikhlas, sehingga bermakna bagi dunia, dan berarti pula bagi akhirat, wallahu'alam....

Bahaya Lisan


"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita(mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang diolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan jangan kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.

Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakkan dari prasangka, sesungguhnya sebagaian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu cari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagin yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan danging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesunggunya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang maling mulia diantara kamu di Sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(QS. Al Hujurat/49:11-13)


Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad waala aalihi washaabihii ajmai'iin.

Saudaraku yang budiman, yang harus kita waspadai pada diri kita adalah lisan. Berbicara tidak butuh tenaga besar, tidak perlu biaya. Salah satu contohnya bahaya lisan adalah sebuah mahligai rumah tangga, bisa saja bercerai hanya dengan sepatah kata, bahkan akhir hayat bisa su’ul khatimah juga dengan sepatah kata, sehingga berkata benar atau diam. Istilah lain dari bahaya lisan, disebut juga ghibah.

Proses ghibah, pertama-tama, berprasangka jelek dan mencari-cari kekurangan orang lain inilah disebut ghibah, dan hukumnya adalah haram.

"Ya Rasulullah tahukah engkau ghibah", tanya seorang sahabat, Rasulullah bersabda, "Engkau mengatakan sesuatu tentang sesuatu dengan ucapan, dia mendengarnya, dia tahu akan membencimu, sahabat bertanya lagi, "Bagaimana Ya Rasul, yang saya katakan itu benar (kejelekan seseorang) seperti yang diduga sahabat tersebut", Rasulullah juga menjawab "jika padanya memang ’apa yang ada kamu katakan, berarti kamu sudah mengumpatnya, dan jika tidak ada yang kamu katakan, maka kamu sudah memfitnahnya". (HR. Muslim)

Saudaraku, berghibah, lalu tobat tidak akan diampuni sebelum diampuni oleh orang yang dia perolok-olok. Penyebab orang melakukan ghibah dapat disebabkan, karena bentuk tubuh, suku, atau kekayaan.

Oleh karena itu, hati-hati menghina masa lalu orang lain, jangan terfokus menilai seseorang hanya karena masa lalunya, karena setiap orang bisa saja berubah. Boleh jadi suatu saat dia berbuat dosa besar, tapi dengan dosa besar itulah, dia bertobat, dia gigih merubah diri, dan akhirnya bisa melesat, melebihi kita. Jangan percaya kepada orang tukang ghibah, karena orang itu tidak takut kepada Allah. Andaikata wartawan, penulis berita, reporter benar-benar membawakan berita yang bersih, jujur, dengan data, fakta, suatu saat media yang eksis di Indonesia, adalah media yang beritanya jujur.

Saudarku, kalau orang sudah banyak bicara kejelekan orang lain, yang pertama adalah jangan mudah percaya kepada yang bersangkutan. Sehingga ghibah itu sangat berbahaya dan dapat diatasi dengan kepribadian yang betul-betul bijaksana, akhlaknya mulia, niatnya baik, caranya benar. Itulah cerminan orang yang pandai menjaga lisannya. Wallahu'alam.
     

Amal Tergantung Niat

“Sesungguhnya Amal-amal itu hanya bergantung kepada niat, dan setiap orang memperoleh apa-apa yang ia niatkan”.

Alhamdulillaahirabbil'aalamiin, Allahuma shalli 'ala Muhammad wa'ala aalihi washahbihii ajmai'iin.

Saudaraku yang baik, berbohong adalah salah satu ciri orang munafik. Mulutnya berkata, “Semua ini saya lakukan karena Allah...” padahal dalam hatinya bersarang keinginan untuk dipuji, keinginan untuk terkenal, keinginan mendapat perhargaan, dan lain sebagainya. Orang yang berkata lain di bibir lain di hati, inilah golongan pendusta, naudzubillah.

Adapun bagi orang-orang yang telah sampai pada maqam ikhlas, maka keikhlasan ini akan membuat pribadinya lebih tenang, lebih kuat dan mantap. Keikhlasan menjadikan pribadinya lebih berani, kokoh, tegar, penuh dengan cahaya dan keindahan. Sedangkan keikhlasan dalam beramal akan menjadikan amal tersebut terasa nikmat dan mudah, yang pada akhirnya membuat jiwa menjadi merdeka dan tidak diperbudak oleh apapun selain oleh Allah. Sebab, ruhnya amal adalah ikhlas. Tanpa keikhlasan akan berat dan sia-sialah setiap amal. Oleh karenanya, keikhlasan adalah satu-satunya jalan pintas menuju rida dan kasih sayang-Nya. Wallahu a'lam.